PENDAHULUAN
Makalah ini merupakan pemenuhan
tugas Pendidikan Agama Islam yang memang harus terpenuhi sebagai nilai tambahan
yang sudah ditentukan oleh pengajar disamping itu juga makalah ini sangat
bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit/banyaknya terdapat ilmu
yang dapat diambil sebagai pengetahuan atau wawasan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan
Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan makhluk lain, maka dari itu ada
beberapa manusia yang memang menggunakan akalnya untuk mengkaji hal-hal yang
belum ada sebagai rasa keingintauan seperti halnya pada makalah ini juga akan
mengkaji yaitu diantaranya tentang filsafat Ketuhanan dalam Islam, keimanan dan
ketakwaan, yang berisi dari berbagai sumber, agar makalah ini ada nilai banding
dengan makalah lain.
PEMBAHASAN
A. Filsafat
Ketuhanan Islam
Secara harfiah, kata filsafat
berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu
atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A.
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik
adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat
adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan
aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif.
Keimanan kepada Allah Swt, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak
dalam ridho-Nya, tawakal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam
pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam
Islam.
Ketaatan merupakan karunia yang
sangat besar bagi muslim dan sebagian orang yang menyebut kecerdasan spiritual
yang ditindak lanjuti dengan kecerdasan sosial. Inti ketaatan tidak dinilai
menurut Allah Swt, bila tidak ada nilai pada aspek sosial.
Muslim yang baik memiliki
kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-191)
sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung
kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah
menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam
Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan Tuhan,
dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
B.
Siapa
Tuhan Itu?
Lafal Ilahi yang artinya Tuhan,
menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan dan dipentingkan manusia, misalnya
dalam surat Al-Furqon: 43 yang artinya: “Apakah engkau melihat orang yang
menghilangkan keinginan-keinginan pribadinya?”
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah
zat yang tidak berijisim, azali, dan pencipta. Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia
tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satupun yang setara
dengan-Nya, Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain
sementara yang lain membutuhkan-Nya.
Orang menyediakan hawa nafsunya,
yang dipuji dalam hidupnya, berarti telah berbuat syirik yang sebenarnya
menurut Islam hawa nafsu harus tunduk kepada kehendak Allah Swt. Dalam surah
Al-Qoshos: 38, lafal Ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri, yang
artinya:
“Dan Fir’aun berkata, wahai para
pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai Ilah selain diriku”
Bagi manusia, Tuhan itu bisa dalam
bentuk konkret maupun abstrak/gaib. Al-Qur’an menegaskan Ilah bisa dalam bentuk
mufrad maupun jama’ (ilah, ilahian, ilahuna). Ilah ialah sesuatu yang
dipentingkan, dipuja, diminintai, diagungkan diharapkan memberikan kemaslahatan
dan termasuk yang ditakuti karena mendatangkan bahaya.
Di dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan
selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Ilah yang dituju ayat di
atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’ Ilmu Kalam Ilah di sini bermakna
al-Ma’bud, artinya satu-satunya yang diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang
dicintai, yang disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid Uluhiyah, bahwa
Allah Swt. satu-satunya Tuhan yang diibadahi, dicintai, disenangi, dan diikuti.
Allah Swt memfirmankan dalam
Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya Aku Allah. Tidak ada
Tuhan selain Aku (Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah), dan
dirikanlah sholat untuk mengingatku”.
Kalimat Tauhid keesaan secara
konprehensif mempunyai pengertian sebagai berikut:
a.
La Kholiqo illa Allah: Tiada Pencipta
selain Allah
b.
La Roziqo illa Allah: Tiada Pemberi
rizqi selain Allah
c.
La Hafidha illa Allah: Tiada Pemelihara
selain Allah
d.
La Malika illa Allah: Tiada Penguasa
selain Allah
e.
La Waliya illa Allah: Tiada Pemimpin
selain Allah
f.
La Hakima illa Allah: Tiada Hakim selain
Allah
g.
La Ghoyata illa Allah: Tiada Yang Maha
menjadi tujuan selain Allah
h.
La Ma’buda illa Allah: Tiada Yang Maha
disembah selain Allah
Lafal Al-ilah pada kalimat tauhid
menurut Ibnu Taimiyah memiliki pengertian yang dipuja dengan cinta sepenuh
hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri di hadapan-Nya, takut dan mengharapkan
kepadaNya, berserah hanya kepada-Nya ketika dalam kesulitan dan kesusahan,
meminta perlindungan kepada-Nya, dan menimbulkan ketenangan jiwa dikala
mengingat dan terpaut cinta denganNya. Ini yang disebut Tauhid Rububiyah.
Lawan tauhid adalah syirik, artinya
menyekutukan Allah Swt dengan yang lain, mengakui adanya Tuhan selain Allah,
menjadikan tujuan hidupnya selain kepada Allah. Dalam ilmu tauhid, syirik
digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan selain dengan Allah Swt, baik
persekutuan itu mengenai dzatNya, sifatNya atau af’alNya, maupun mengenai
ketaatan yang seharusnya hanya ditujukan kepada-Nya saja.
Syirik merupakan dosa yang paling
besar yang tidak dapat diampuni, syirik itu bertentangan dengan perintah Allah
Swt, juga berakibat merusak akal manusia, menurunkan derajat dan martabat manusia, serta membuatnya tak pantas
menempati kedudukan tinggi yang telah ditentukan Allah Swt. dalam kaitannya
dengan masalah ini, Allah Swt berfirman dalam surah Luqman : 13 yang artinya
“Dan (ingatlah ketika Luqman berkata kepada Anaknya. Wahai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kedhaliman yang amat besar”.
Dan didalam ayat lain, Allah Swt
menjelaskan bahwa orang yang telah berbuat syirik kepadaNya, tergolong orang
yang telah berbuat dosa besar, sebagaimana firmanNya, “Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik, bagi siapa berkehendak. Barang siapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar”. (QS. An-Nisa’: 48).
C.
Sejarah
Pemikiran Manusia tentang Tuhan
a.
Pemikiran Barat
Yang
dimaksud dengan konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah hasil
pemikiran tentang Tuhan baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah dari
penelitian rasional, maupun pengalaman batin.
Max
Muller berpendapat bahwa konsep pemikiran barat tentang Tuhan mengalami evolusi
yang diawali dengan Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henoteisme, dan puncak
tertingginya monoteisme (Nisbi). Pemikiran tentang Tuhan sebagaimana di atas,
hasil pendekatannya adalah budaya, Arnold Toynbe mengatakan: “Monoteisme bukan
hasil akhir dan proses pemikiran tentang Tuhan, sebab orang yang sudah maju
dalam intelektualitasnya sangat mungkin justru berputar mundur dalam bertuhan,
yakni animistis”.
b.
Pemikiran Islam
Pemikiran
tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid atau ilmu
ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran
diantara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebuut adalah:
1. Muktazilah, adalah kelompok rasionalis
dikalangan orang Islam, yang sangat menekankan penggunaan akal dalam memahami
semua ajaran Islam. Dalam menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai
bantuan ilmu logika guna mempertahankan keimanan.
2. Qodariyah, adalah kelompok yang
berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat.
Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin sehingga mereka harus
bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam perbuatan
manusia.
3. Jabariyah, adalah kelompok yang
berpendapat bahwa kehendak dan perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi,
manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang
dilakukan manusia tidak ada gunanya.
4. Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah
kelompok yang mengambil jalan tengah antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia
wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi, Tuhanlah yang menentukan
hasilnya.
D. Konsep
Ketuhanan Menurut Islam
Konsep Ketuhanan dapat diartikan
sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia
terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret).
Eksistensi atau keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada
manusia, tetapi yang diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.
Informasi melalui wahyu tentang
keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di bawah ini: Surat Al-Anbiya’
: 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai
Muhammad Saw Rasul terakhir. Ajaran Islam yang tAllah Swt wahyukan kepada para
utusanNya adalah Tauhidullah atau monotheisine murni. Sedangkan lafadz kalimat
tauhid itu adalah laa ilaha illa Allah. Ada perbedaan ajaran tentang Tuhan yang
ada asalnya dari agama wahyu. Hal semacam itu disebabkan manusia mengubah
ajaran tersebut. Dan hal seperti itu termasuk kebohongan yang besar
(dhulmun’adhim).
Surat Al-Maidah : 72 “Dan Al masih
berkata; Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu, sesungguhnya
orang yang mempersekutukan Allah, maka Allah pasti mengharamkan baginya surga
dan tempatnya adalah neraka”. Surat Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan
yang Maha Esa, tidak ada Tuhan kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa
Allah Swt adalah Tuhan yang mutlak keesaannya. Lafadz Allah swt adalah isim
jamid, personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan,
digantikan atau disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku
Islam dan telah mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada
Tuhan selain Allah) berate telah memiliki keyakinan yang benar, yaitu
monoteisme murni/monoteisme mutlak. Sebagai konsekuensianya, ia harus
menempatkan Allah Swt sebagai prioritas utama dalam setiap aktivitas kehidupan.
E. Bukti
Adanya Tuhan
a.
Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti
adanya Tuhan
Ismail
Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan
makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah Tuhan yang
kekal, abadi, dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak bersekutu.
Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu
dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit dan bumi, surga dan
neraka.
Adanya
alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula
bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada
sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya. Setiap manusia normal akan percaya
bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya
tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya
penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk,
tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.
Kita
belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan
pencipta itu tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai
pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini adalah Allah Swt.
b.
Pembuktian adanya Tuhan dengan
Pendekatan Fisika
Ada
pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain alam
ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan
dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan
energi atau teori pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa
adanya alam ini mungkin azali. Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu
berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas, sedangkan
kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas.
Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak ada. Dengan bertitik tolak
dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung, serta
kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah
bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan
sesuai hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
c.
Pembuktian adanya Tuhan dengan
Pendekatan Astronomi
Astronomi
menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang
ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan,
yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi,
dan menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali.
Demikian
pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari porosnya
dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang
190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk
bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa. Matahari
tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan
planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan
600.00 mil perjam. Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata
surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri.
Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy sistem matahari
kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam
200.000.000 tahun cahaya.
Logika
manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.
Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan
akan menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha
besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah
Tuhan.
d.
Argumentasi Qur’ani
Allah
Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya
“Seluruh puja dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.
Lafadz
Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah
Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang
terjemahannya “Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan
ukuran-ukuran ciptaannya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah
bahwa Allah Swt yang menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta,
menyempurnakan, menentukan aturan-aturan dan memberi petunjukterhadap
ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam
surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah jamak dari
yaum yang berarti periode. Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan proses
waktu yang sangat panjang.
Dalam
menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya
jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai
kepada manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat
meneliti dan mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir
berbagai macam ilmu pengetahuan.
Daftar
Pustaka
Agung, Konsep
Ketuhanan Dalam Islam, http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/
konsep-ketuhanan-dalam-islam/, 01 Oktober 2013, Pukul 20.03 WIB.
Ahmad Hanafi, Pengantar
Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Asri Anggun S, Konsep
Ketuhanan dalam Islam, http://asrianggun2012.blogspot.com /2012/10/
makalah-konsep-ketuhanan.html, 01 Oktober 2013, Pukul 20.42 WIB.
Sirajuddin Zar, Filsafat
Islam, PT. Raja Grofinda Bersada, Jakarta.
Makalah ini ditulis oleh : Nur Istiqomah Al-Rasyid
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990,
Hlm. 45.
Agung,
Konsep Ketuhanan Dalam Islam, http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/
konsep-ketuhanan-dalam-islam/, 01 Oktober 2013, Pukul 20.03 WIB.
Prof. Dr. H.
Sirajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam, PT. Raja Grofinda Bersada, Jakarta, Hlm.
129-130.
Abdurrahim, dkk, Kuliah Tauhid,
Yayasan Sari Intan, Jakarta, 1989, Hlm. 103.
Asri
Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam, http://asrianggun2012.blogspot.com
/2012/10/ makalah-konsep-ketuhanan.html, 01 Oktober 2013, Pukul 20.42 WIB.
Asri
Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam, http://asrianggun2012.blogspot.com
/2012/10/ makalah-konsep-ketuhanan.html, 01 Oktober 2013, Pukul 21.24 WIB.
Comments
Post a Comment