Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Pendidikan Akhlak



Pendidikan akhlak merupakan dua kata yang memiliki satu arti, yakni berasal dari kata pendidikan dan akhlak. Untuk mendefinisikan pendidikan akhlak, terlebih dahulu diuraikan mengenai istilah pendidikan dan akhak. Istilah pendidikan, secara bahasa dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar didik, dan diberi awalan men, menjadi mendidik, yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[1]
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalin diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, menurut penulis bahwa pendidikan adalah pengembangan pribadi manusia dalam semua aspeknya. Pengembangan pribadi mencakup pendidikan oleh diri sendiri, oleh lingkungan atau oleh orang lain. Sedangkan seluruh aspek mencakup semua potensi yang ada dalarn diri manusia ke arah yang lebih baik.
lstilah akhlak, secara etimologis berasal dari bahasa Arab jama’ dan huluq (huluqun), yang menurut lughat diartikan budi perkerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. HuIuq (bentuk jamak dari hulqun) merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan bodi.
Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.[3]
Secara terminologis menurut pandangan Al Ghazali akhlak adalah kemantapan jiwa yang menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah, tanpa harus direnungkan dan disengaja. Jika kemantapan sedemikian, sehingga menghasilkan amal-amal yang baik yaitu amal yang terpuji menurut akal dan syari’ah maka ini disebut akal yang baik. Jika amal-amal yang tercela yang muncul dari keadaan (kemantapan) itu, maka itu dinamakan akhlak yang buruk.[4]
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa suatu perbuatan dikategorikan akhlak apabila perbuatan itu memiliki ciri berikut Pertama, perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian. Kedua, perbuatan itu dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ketiga, perbuatan itu dikerjakan tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar. Keempat, perbuatan itu diakukan dengan sungguh-sungguh. Kelima, perbuatan akhlak (khususnya akhak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendaptakan sesuatu pujian
Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa akhlak ialah perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap dan perbuatan. Bentuknya yang nyata ialah segala jenis perilaku yang dilakukan manusia dalam hidupnya. Dan ini merupakan cakupan atau ruang lingkup akhlak. Perilaku yang masuk dalam kategori akhak, merupakan manifestasi dari keadaan yang telah meresap pada jiwa dan menjadi kepnibadian.
Jadi, pendidikan akhlak ialah pendidikan perilaku, suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak seseorang. Dalam pengertian yang sederhana, menurut  penulis, pendidikan akhlak diartikan sebagai proses pembelajaran akhak. Sebagai mata pelajaran di Madrasah, pendidikan akhak disatukan dengan akidah, sehingga istilahnya menjadi akidah akhak. Akidah akhlak sebagai mata pelajaran ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.
Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjag sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam Al-Qur’an seperti kaum ‘Ad, Samud, Madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh apabila akhlaknya rusak.


[1] W J S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985),hlm. 702
[2] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Al-Ma’arif, 1998), hlm 19
[3] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta : LPPI UMY, 1999), hal. 1.
[4] Abdul Quasem, Etika Al Ghazali Etika Majmuk Didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1988), hal. 81-82.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam